Minggu, 24 April 2011

MENDENGAR TAPI TAK MENDENGAR

Barangkali kita pernah mendapati dalam kehidupan sehari-hari kasus seorang ibu memarahi anaknya yang ketika dipanggil menjawab, "Ya bu," tapi ia tidak segera datang menghadap sang ibu. Hingga akhirnya si ibu pun berkata, "Kamu ini mendengar apa tidak sih?" Padahal dengan adanya jawab sang anak "Ya bu," si ibu tentunya sudah paham bahwa anaknya itu mendengar panggilannya. Ataupun ada seorang atasan yang memerintahkan kepada karyawannya untuk melakukan pekerjaan tertentu, lalu dijawab oleh sang karyawan, "Baik pak," tetapi tugas tersebut tidak segera dilakukan, hingga tak mengherankan jika keluar ungkapan dari sang atasan, "Anda ini mendengar apa tidak?"

Mendengarkan dan Taat
Allah subhanallahu wata’ala mengaruniakan kepada kita telinga dengan fungsi untuk mendengarkan, sehingga dengan mendengar itu seseorang tahu apa yang harus dia lakukan dalam kehidupan ini. Seperti dalam kasus di atas, sang anak atau karyawan tentunya bukanlah orang yang tuli, bahkan memiliki pendengaran (telinga ) yang normal. Tetapi ternyata pendengaran yang dia miliki tersebut tidak dengan serta merta menjadikannya merespon serta menanggapi kalimat yang telah dia dengar itu. Maka dari sini dapat dikatakan bahwa yang dikehendaki dari mendengarkan bukanlah semata-mata mendengar suara, tetapi mendengar dengan disertai pemahaman dan kemauan mengikuti apa yang dia dengar itu.

Dalam istilah syara' mendengar yang disertai pemahaman dan kemauan untuk mengikuti apa yang dia dengar disebut dengan taat, sam'an wa tha'atan, sami'na wa atha'na. Oleh karena itu Allah subhanahu wata’ala sangat mencela orang yang diberikan telinga (pendengaran) normal tetapi dia justru berpaling, tidak mau mendengar kan dan menaati seruan Allah dan rasul-Nya, Allah subhanahu wata’ala berfirman,

"Hai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya, dan janganlah kamu berpaling daripada-Nya, sedang kamu mendengar (perintah-perintahnya)." (QS. al-Anfal: 20)

Makna ayat ini adalah bahwasanya Allah subhanahu wata’ala menyeru hamba-hambaNya kaum mukminin yang beriman kepada Allah dan rasul-Nya, yang membenarkan janji dan nacaman-Nya pada hari Kiamat dengan memerintahkan mereka supaya taat kepada Allah dan taat kepada Rasul-Nya. Dan juga melarang mereka dari berpaling padahal mereka mendengarkan ayat-ayat yang dibacakan serta nasehat-nasehat yang disampaikan berulang ulang dalam Kitabullah dan melalui lisan Rasul-Nya saw. Yang demikian ini disebabkan karena pertolongan dan bantuan dari Allah adalah merupakan buah dari ketaatan yang mereka lakukan. Jika seandainya mereka itu berpaling dan bermaksiat, meninggalkan sikap wala' (loyal) kepada Allah subhanahu wata’ala, maka tentu mereka tidak ada bedanya dengan orang-orang lain dari kalangan kaum kafir dan ahli maksiat. (Aisar at-Tafasir hal 436-437).

Mendengar Tapi Tidak Mendengar
Orang yang mendengar seruan Allah subhanahu wata’ala tetapi ia berpaling dan tidak mau menaatinya, maka jelas ada yang tidak beres dalam dirinya. Lain halnya jika disebabkan karena kebodohan, ketidaktahuan atau kekeliruan dalam memahami suatu perintah dan seruan, maka ia tidak disebut dengan berpaling. Seseorang dikatakan berpaling jika dia enggan dan menolak sebuah ajakan, perintah dan seruan sedangkan ia mengerti apa yang dimaksudkan dari seruan itu. Jadi dalam hal ini bukanlah telinga/indera pendengaran mereka yang tuli, tetapi hati dan akal mereka. Maka orang yang seperti ini dikatakan oleh Allah subhanahu wata’ala sebagai orang yang "mendengar tapi tidak mendengar". Mereka mendengarkan ayat-ayat dan seruan Allah subhanahu wata’ala dengan telinga mereka namun akal dan hati mereka tertutup tak mau mendengarkan, sehingga tidak dapat mengambil manfaat dan faidah dari apa yang mereka dengar itu. Allah subhanahu wata’ala befirman,

"Dan janganlah kamu menjadi sebagaimana orang-orang (munafik) yang berkata, "Kami mendengarkan, padahal mereka tidak mendengarkan." (QS. al-Anfal:21)
Dalam ayat di atas, Allah subhanahu wata’ala melarang kaum muslimin mengikuti jalannya orang-orang kafir, musyrik dan munafik dalam hal ketulian mereka dari mendengarkan ayat-ayat yang mengajak mereka kepada kebenaran dan menyeru kepadanya. Juga bersikap menutup mata (berlagak buta) dari melihat ayat-ayat Allah yang menunjukkan kepada ketauhidan terhadap Allah subhanahu wata’ala. Mereka mengatakan, "Kami tidak mendengar apa yang dikatakan oleh Muhammad, dan dari apa yang dia sebutkan dan dia isyaratkan kami tidak melihatnya." Mereka juga mengatakan, "Kami mendengarkan dengan telinga-telinga kami," tetapi mereka tidak mendengar kan dengan hati mereka. Ini disebabkan karena mereka tidak mau mentadabburi dan memikirkannya, sehingga meskipun mereka mendengar tetapi mereka sama halnya dengan orang yang tidak mendengar. Dalam hal ini 'ibrah (yang menjadi acuan atau ukuran) adalah as-sima' al intifa' (pendengaran yang memberikan manfaat), bukan semata-mata mendengarkan suara dengan telinga. (Aisar at-Tafasir hal. 437)

Seburuk-buruk Makhluk
Sikap mendengar tapi tidak mendengarkan ini rupanya masih banyak menimpa sebagian kaum muslimin saat ini. Berapa banyak ayat-ayat yang mereka dengar tentang haramnya judi, riba, minuman keras, dan lain-lain tetapi ternyata semua jenis kemaksiatan itu tetap jalan terus seakan ayat-ayat tersebut tak pernah mereka dengar. Berapa banyak mereka mendengarkan panggilan hayya 'alash shalah (mari kita shalat), namun mereka tetap tak bergeming sedikit pun dari kesibukan dunia mereka, seakan-akan panggilan shalat itu hanyalah sekedar suara sebagaimana halnya suara-suara lainnya. Jika mereka adalah orang yang memang tuli (telinganya tidak berfungsi), maka bisa dimaklumi apabila ketika adzan dikumandangkan mereka tidak mendatanginya. Tapi ini tidak demikian, telinga mereka berfungsi normal, kaki mereka juga tidak cacat, dan mereka dalam keadaan sehat wal afiat dan sejahtera. Apakah mereka akan menunggu sampai tiba suatu waktu di mana mereka tak mampu lagi untuk bersujud, sebagaimana firman Allah, artinya,

"Pada hari betis disingkapkan dan mereka dipanggil untuk bersujud; maka mereka tidak kuasa, (dalam keadaan) pandangan mereka tunduk ke bawah, lagi mereka diliputi kehinaan. Dan sesungguhnya mereka dahulu (di dunia) diseru untuk bersujud, dan mereka dalam keadaan sejahtera." (QS. al-Qalam: 42-43).

Orang-orang yang tuli lagi pekak ini dikatakan oleh Allah sebagai "Syarra ad-dawab" seburuk-buruk makhluk melata di muka bumi -na'udzu billah min dzalik-, seperti yang disebutkan dalam firman-Nya, artinya,

“Sesungguhnya binatang (mahluk) yang seburuk-buruknya pada sisi Allah ialah orang-orang yang pekak dan tuli yang tidak mengerti apa-apa pun. Kalau kiranya Allah mengetahui kebaikan ada pada mereka, tentulah Allah menjadi kan mereka dapat mendengar. Dan jikalau Allah menjadikan mereka dapat mendengar, niscaya mereka pasti berpaling juga, sedangkan mereka memalingkan diri (dari apa yang mereka-mereka dengar itu).” (QS. al-Anfal: 22-23)
Memang demikianlah keadaan mereka, Allah subhanahu wata’ala menegaskan bahwa mereka dikatakan tuli dan pekak bukan karena telinga mereka tuli (tuna rungu), tapi disebabkan mereka adalah orang-orang yang tidak berakal,. Perhatikanlah firman Allah subhanahu wata’ala ketika menyifati orang-orang yang pekak dan tuli, yakni orang-orang yang tidak mengerti apa-apa pun, yang dalam teks ayat disebut dengan "la ya'qilun' akalnya tidak berfungsi. Bagaimana mereka dikatakan orang yang berakal sedangkan mereka tidak mengenal siapa dirinya, siapa penciptanya, enggan bersyukur dan bersujud kepada penciptanya, tidak mau menaati-Nya, bahkan justru berpaling dari-Nya. Jadi mereka itu dihidupkan oleh Allah subhanahu wata’ala, hanyalah untuk makan, tidur dan memuaskan hawa nafsu serta syahwat belaka, tidak mau melaksanakan fungsi utama dan terbesar mereka diciptakan, yakni untuk mengabdi dan beribadah kepada Allah subhanahu wata’ala.

Allahua'lam bi showab

1 komentar:

Buku Islami mengatakan...

dari judulnya aja mengerikan. mendengar tapi tidak mendengar......

Posting Komentar