Tampilkan postingan dengan label sabar. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label sabar. Tampilkan semua postingan

Kamis, 21 Mei 2009

Bersabarlah jangan bersedih

Bersabarlah.....
Senang, bahagia, suka cita, sedih, kecewa dan duka cita adalah sesuatu yang biasa dialami manusia. Ketika mendapatkan sesuatu yang menggembirakan dari kesenangan-kesenangan duniawi maka dia akan senang dan gembira. Sebaliknya ketika tidak mendapatkan apa yang diinginkan maka dia merasa sedih dan kecewa bahkan kadang-kadang sampai putus asa.

Akan tetapi sebenarnya bagi seorang mukmin, semua perkaranya adalah baik. Hal ini diterangkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:
"Sungguh menakjubkan perkaranya orang mukmin. Sesungguhnya semua perkaranya adalah baik dan tidaklah hal ini dimiliki oleh seorangpun kecuali oleh orang mukmin. Jika dia diberi kenikmatan/kesenangan, dia bersyukur maka jadilah ini sebagai kebaikan baginya. Sebaliknya jika dia ditimpa musibah (sesuatu yang tidak menyenangkan), dia bersabar, maka ini juga menjadi kebaikan baginya." (HR. Muslim no.2999 dari Shuhaib radhiyallahu 'anhu)

Kriteria Orang yang Paling Mulia

Sesungguhnya kesenangan duniawi seperti harta dan status sosial bukanlah ukuran bagi kemuliaan seseorang. Karena Allah Ta'ala memberikan dunia kepada orang yang dicintai dan orang yang tidak dicintai-Nya. Akan tetapi Allah akan memberikan agama ini hanya kepada orang yang dicintai-Nya. Sehingga ukuran/patokan akan kemuliaan seseorang adalah derajat ketakwaannya. Semakin bertakwa maka dia semakin mulia di sisi Allah.

Allah berfirman:
"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kalian saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kalian. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal." (Al-Hujuraat:13)

Jangan Sedih ketika Tidak Dapat Dunia

Wahai saudaraku, ingatlah bahwa seluruh manusia telah Allah tentukan rizkinya -termasuk juga jodohnya-, ajalnya, amalannya, bahagia atau pun sengsaranya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Sesungguhnya salah seorang dari kalian dikumpulkan penciptaannya dalam perut ibunya selama 40 hari dalam bentuk nuthfah (air mani) kemudian berbentuk segumpal darah dalam waktu yang sama lalu menjadi segumpal daging dalam waktu yang sama pula. Kemudian diutus seorang malaikat kepadanya lalu ditiupkan ruh padanya dan diperintahkan dengan empat kalimat/perkara: ditentukan rizkinya, ajalnya, amalannya, sengsara atau bahagianya." (HR. Al-Bukhariy no.3208 dan Muslim no.2643 dari Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu)

Tidaklah sesuatu menimpa pada kita kecuali telah Allah taqdirkan. Allah Ta'ala berfirman:
"Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada diri kalian sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kalian jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kalian, dan supaya kalian jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepada kalian. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri, (yaitu) orang-orang yang kikir dan menyuruh manusia berbuat kikir. Dan barangsiapa yang berpaling (dari perintah-perintah Allah) maka sesungguhnya Allah Dia-lah Yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji." (Al-Hadiid:22-24)

Kalau kita merasa betapa sulitnya mencari penghidupan dan dalam menjalani hidup ini, maka ingatlah sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:
"Tiada suatu amalan pun yang mendekatkan ke surga kecuali aku telah perintahkan kalian dengannya dan tiada suatu amalan pun yang mendekatkan ke neraka kecuali aku telah larang kalian darinya. Sungguh salah seorang di antara kalian tidak akan lambat rizkinya. Sesungguhnya Jibril telah menyampaikan pada hatiku bahwa salah seorang dari kalian tidak akan keluar dari dunia (meninggal dunia) sampai disempurnakan rizkinya. Maka bertakwalah kepada Allah wahai manusia dan perbaguslah dalam mencari rizki. Maka apabila salah seorang di antara kalian merasa/menganggap bahwa rizkinya lambat maka janganlah mencarinya dengan bermaksiat kepada Allah karena sesungguhnya keutamaan/karunia Allah tidak akan didapat dengan maksiat." (Shahih, HR. Al-Hakim no.2136 dari Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu)

Maka berusahalah beramal/beribadah dengan yang telah dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan jangan membuat perkara baru dalam agama (bid'ah).

Dan berusahalah mencari rizki dengan cara yang halal serta hindari sejauh-jauhnya hal-hal yang diharamkan.

Hendaklah Orang yang Mampu Membantu

Hendaklah bagi orang yang mempunyai kelebihan harta ataupun yang punya kedudukan agar membantu saudaranya yang kurang mampu dan yang mengalami kesulitan. Allah berfirman:
"Dan tolong-menolonglah kalian dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kalian kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya." (Al-Maa`idah:2)

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Barangsiapa menghilangkan satu kesusahan dari kesusahan-kesusahan dunia dari seorang mukmin, maka Allah akan hilangkan darinya satu kesusahan dari kesusahan-kesusahan hari kiamat. Dan barangsiapa yang memudahkan orang yang mengalami kesulitan maka Allah akan mudahkan baginya di dunia dan di akhirat. Dan barangsiapa yang menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan tutupi aibnya di dunia dan akhirat. Dan Allah akan senantiasa menolong hamba selama hamba tersebut mau menolong saudaranya." (HR. Muslim no.2699 dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu)

Berdo'a ketika Sedih

Jika kita merasa sedih karena sesuatu menimpa kita seperti kehilangan harta, sulit mencari pekerjaan, kematian salah seorang keluarga kita, tidak mendapatkan sesuatu yang kita idam-idamkan, jodoh tak kunjung datang ataupun yang lainnya, maka ucapkanlah do'a berikut yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:
"Tidaklah seseorang ditimpa suatu kegundahan maupun kesedihan lalu dia berdo'a: "Ya Allah, sesungguhnya saya adalah hamba-Mu, putra hamba laki-laki-Mu, putra hamba perempuan-Mu, ubun-ubunku ada di Tangan-Mu, telah berlalu padaku hukum-Mu, adil ketentuan-Mu untukku. Saya meminta kepada-Mu dengan seluruh Nama yang Engkau miliki, yang Engkau menamakannya untuk Diri-Mu atau yang Engkau ajarkan kepada seseorang dari makhluk-Mu atau yang Engkau turunkan dalam kitab-Mu atau yang Engkau simpan dalam ilmu ghaib yang ada di sisi-Mu. Jadikanlah Al-Qur`an sebagai musim semi (penyejuk) hatiku dan cahaya dadaku, pengusir kesedihanku serta penghilang kegundahanku." kecuali akan Allah hilangkan kegundahan dan kesedihannya dan akan diganti dengan diberikan jalan keluar dan kegembiraan." Tiba-tiba ada yang bertanya: "Ya Rasulullah, tidakkah kami ajarkan do'a ini (kepada orang lain)? Maka Rasulullah menjawab: "Bahkan selayaknya bagi siapa saja yang mendengarnya agar mengajarkannya (kepada yang lain)." (HR. Ahmad no.3712 dari 'Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu, dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albaniy)

Juga do'a berikut ini:
"Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari gundah gulana, sedih, lemah, malas, kikir, penakut, terlilit hutang dan dari tekanan/penindasan orang lain." (HR. Al-Bukhariy 7/158 dari Anas radhiyallahu 'anhu)

Ilmu adalah Pengganti Segala Kelezatan

Di antara hal yang bisa menghibur seseorang ketika mengalami kesepian atau ketika sedang dilanda kesedihan adalah menuntut ilmu dan senantiasa bersama ilmu.
Berkata Al-Imam Al-Mawardiy: "Ilmu adalah pengganti dari segala kelezatan dan mencukupi dari segala kesenangan…. Barangsiapa yang menyendiri dengan ilmu maka kesendiriannya itu tidak menjadikan dia sepi. Dan barangsiapa yang menghibur diri dengan kitab-kitab maka dia akan mendapat kesenangan…. Maka tidak ada teman ngobrol sebaik ilmu dan tidak ada sifat yang akan menolong pemiliknya seperti sifat al-hilm (sabar dan tidak terburu-buru)." (Adabud Dunya wad Diin hal.92, dari Aadaabu Thaalibil 'Ilmi hal.71)

Kiranya kita dapat mengambil manfaat dari ilmu yang kita miliki sehingga kita tidak akan merasa kesepian walaupun kita sendirian di malam yang sunyi tetapi ilmu itulah yang setia menemani.

Contoh Orang-orang yang Sabar

Cobaan yang menimpa kita kadang-kadang menjadikan kita bersedih tetapi hendaklah kesedihan itu dihadapi dengan kesabaran dan menyerahkan semua permasalahan kepada Allah, supaya Dia menghilangkan kesedihan tersebut dan menggantikannya dengan kegembiraan.

Allah berfirman mengisahkan tentang Nabi Ya'qub:
"Dan Ya`qub berpaling dari mereka (anak-anaknya) seraya berkata: "Aduhai duka citaku terhadap Yusuf", dan kedua matanya menjadi putih karena kesedihan dan dia adalah seorang yang menahan amarahnya (terhadap anak-anaknya). Mereka berkata: "Demi Allah, senantiasa kamu mengingati Yusuf, sehingga kamu mengidapkan penyakit yang berat atau termasuk orang-orang yang binasa." Ya`qub menjawab: "Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku, dan aku mengetahui dari Allah apa yang kalian tiada mengetahuinya." (Yuusuf:84-86)

Allah juga berfirman mengisahkan tentang Maryam:
"Maka Maryam mengandungnya, lalu ia menyisihkan diri dengan kandungannya itu ke tempat yang jauh. Maka rasa sakit akan melahirkan anak memaksa ia (bersandar) pada pangkal pohon kurma, ia berkata: "Aduhai, alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi sesuatu yang tidak berarti, lagi dilupakan." Maka Jibril menyerunya dari tempat yang rendah: "Janganlah kamu bersedih hati, sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai di bawahmu. Dan goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu." (Maryam:22-25)

Semoga Allah Ta'ala menjadikan kita sebagai orang-orang yang sabar dan istiqamah dalam menjalankan syari'at-Nya, amin. Wallaahu A'lam.

Sumber: Bulletin Al Wala wal Bara'

»»  read more

Senin, 04 Mei 2009

Kala Musibah Menimpa


Allah subhanahu wata'ala berfirman, artinya,
"Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, "Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji'uun". Mereka itulah yang mendapatkan keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Rabbnya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk." (QS. al-Baqarah:155-157)

Di dalam musnad Imam Ahmad, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
"Tidaklah seorang hamba yang ditimpa musibah mengucapkan, "Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un, ya Allah berilah aku pahala dalam musibahku ini dan gantilah untukku dengan sesuatu yang lebih baik," kecuali Allah akan memberikan pahala dalam musibahnya dan akan memberikan kepadanya ganti yang lebih baik." (HR. Ahmad 3/27)

Kita Milik Allah dan Kembali Kepada-Nya

Jika seorang hamba benar-benar menyadari bahwa dirinya adalah milik Allah subhanahu wata’ala dan akan kembali kepada-Nya maka dia akan terhibur tatkala tertimpa musibah. Kalimat istirja' ini merupakan penyembuh dan obat paling mujarab bagi orang yang sedang tertimpa musibah. Dia memberikan manfaat baik dalam waktu dekat maupun di waktu yang akan datang. Kalimat tersebut memuat dua prinsip yang sangat agung. Jika seseorang mampu merealisasikan dan memahami keduanya maka dia akan terhibur dalam setiap musibah yang menimpanya.

Dua prinsip pokok tersebut adalah:

Pertama;

Bahwasanya manusia, keluarga dan harta pada hakikatnya adalah milik Allah subhanahu wata’ala. Dia bagi manusia tidak lebih hanya sebagai pinjaman atau titipan, sehingga jika Allah subhanahu wata’ala mengambilnya dari seseorang maka ia ibarat seorang pemilik barang yang sedang mengambilnya dari si peminjam. Demikian juga manusia diliputi oleh ketidakpunyaan, sebelumnya (ketika lahir) dia tidak memiliki apa-apa dan setelahnya (ketika mati) ia pun tidak memiliki apa-apa lagi.

Dan segala sesuatu yang dimiliki oleh seorang hamba tidak lebih hanya seperti barang pinjaman dan titipan yang bersifat sementara. Seorang hamba juga bukanlah yang telah menjadikan dirinya memiliki sesuatu setelah sebelumnya tidak punya. Dan diapun bukanlah menjadi penjaga terhadap segala miliknya dari kebinasaan dan kelenyapan, dia tak mampu untuk menjadikan miliknya tetap terus abadi. Apapun usaha seorang hamba tidak akan mampu untuk menjadikan miliknya kekal abadi, tidak akan mampu menjadikan dirinya sebagai pemilik hakiki.

Dan juga seseorang itu harus membelanjakan miliknya berdasarkan perintah pemiliknya, memperhatikan apa yang diperintahkan dan apa yang dilarang. Dia membelanjakan bukan sebagai pemilik, karena Allah-lah Sang Pemilik, maka tidak boleh baginya membelanjakan titipan itu kecuali dalam hal-hal yang sesuai dengan kehendak Pemilik Yang Hakiki.

Ke dua;

Bahwa kesudahan dan tempat kembali seorang hamba adalah kepada Allah Pemilik yang Haq. Dan seseorang sudah pasti akan meninggalkan dunia ini lalu menghadap Allah subhanahu wata’ala sendiri-sendiri sebagaimana ketika diciptakan pertama kali, tidak memiliki harta, tidak membawa keluarga dan anak istri. Akan tetapi manusia menghadap Allah dengan membawa amal kebaikan dan keburukan.

Jika awal mula dan kesudahan seorang hamba adalah demikian maka bagaimana dia akan berbangga-bangga dengan apa yang dia miliki atau berputus asa dari apa yang tidak dimilikinya. Maka memikirkan bagaimana awal dirinya dan bagaimana kesudahannya nanti adalah merupakan obat paling manjur untuk mengobati sakit dan kesedihan. Demikian juga dengan mengetahui secara yakin bahwa apa yang akan menimpanya pasti tidak akan meleset atau luput dan begitu juga sebaliknya.

Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya,
“Tiada sesuatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu.Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS. al-Hadid:22-23)

Lihat Nikmat yang Tersisa

Termasuk salah satu terapi dalam menghadapi musibah adalah dengan cara melihat seberapa musibah dan seberapa besar nikmat yang telah diterima. Maka akan didapati bahwa Allah subhanahu wata’ala masih menyisakan baginya yang semisal dengannya, atau malah lebih baik lagi. Dan jika seseorang bersabar dan ridha maka Allah subhanahu wata’ala akan memberikan sesuatu yang lebih baik dan besar daripada apa yang hilang dalam musibah, bahkan mungkin dengan berlipat-lipat ganda. Dan jika Allah subhanahu wata’ala menghendaki maka akan menjadikan lebih dan lebih lagi dari yang ada.

Musibah Menimpa Semua Orang

Merupakan obat yang sangat bermanfaat di kala musibah sedang menimpa adalah dengan menyadari bahwa musibah itu pasti dialami oleh semua orang. Cobalah dia menengok ke kanan, maka akan didapati di sana orang yang sedang diberi ujian, dan jika menengok ke kiri maka di sana ada orang yang sedang ditimpa kerugian dan malapetaka. Dan seorang yang berakal kalau mau memperhatikan sekelilingnya maka dia tidak akan mendapati kecuali di sana pasti ada ujian hidup, entah dengan hilanganya barang atau orang yang dicintai atau menemui sesuatu yang tidak mengenakkan dalam hidup.

Kehidupan dunia tidak lain adalah ibarat kembangnya tidur atau bayang-bayang yang pasti lenyap. Jika dunia mampu membuat orang tersenyum sesaat maka dia mampu mendatangkan tangisan yang panjang. Jika ia membuat bahagia dalam sehari maka ia pun membuat duka sepanjang tahun. Kalau hari ini memberikan sedikit maka suatu saat akan menahan dalam waktu yang lama. Tidaklah suatu rumah dipenuhi dengan keceriaan kecuali suatu saat akan dipenuhi pula dengan duka.

Ibnu Mas'ud radhiyallahu ‘anhu berkata, "Pada setiap kegembiraan ada duka, dan tidak ada satu rumah pun yang penuh dengan kebahagiaan kecuali akan dipenuhi pula dengan kesedihan. Berkata pula Ibnu Sirin, "Tidak akan pernah ada senyum melulu, kecuali setelahnya pasti akan ada tangisan."

Hindun binti an an-Nu'man berkata, "Kami melihat bahwa kami adalah termasuk orang yang paling mulia dan memiliki harta paling banyak, kemudian matahari belum sampai terbenam sehingga kami telah menjadi orang yang paling tidak punya apa-apa. Dan merupakan hak Allah subhanahu wata’ala bahwa tidaklah Dia memenuhi suatu rumah dengan kebahagiaan, kecuali akan mengisinya pula dengan kesedihan." Dan ketika seseorang bertanya tentang apa yang menimpanya maka dia mengatakan, "Kami pada suatu pagi, tidak mendapati seseorang pun di Arab kecuali berharap kepada kami, kemudian kami di sore harinya tidak mendapati mereka kecuali menaruh belas kasihan kepada kami."

Keluh Kesah Melipatgandakan Penderitaan

Di antara obat untuk menghadapi musibah adalah dengan menyadari bahwa keluh kesah tidak akan dapat menghilangkan musibah. Bahkan hanya akan menambah serta melipatgandakan sakit dan penderitaan.

Musibah Terbesar Adalah Hilangnya Kesabaran

Termasuk Obat ketika tertimpa musibah adalah dengan mengetahui bahwa hilangnya kesabaran dan sikap berserah diri adalah lebih besar dan lebih berbahaya daripada musibah itu sendiri. Karena hilangnya kesabaran akan menyebabkan hilangnya keutamaan berupa kesejahtaraan, rahmat dan hidayah yang Allah subhanahu wata’ala kumpulkan tiga hal itu dalam sikap sabar dan istirja' (mengembalikan urusan kepada Allah).

Sumber: “Ilaj harril musibah wa huzniha,” Imam Ibnul Qayyim (KM)

Buletin AnNur

»»  read more